Popular Post

Archive for 2014

Budidaya Ikan Patin

By : Unknown



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
Bagi masyarakat Indonesia patin merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang cukup digemari. Umumnya ada 2 jenis patin yang ada dipasaran saat ini, yaitu patin lokal dan patin siam. Patin lokal adalah patin asli Indonesia dari sungai-sungai besar Sumatra dan Kalimantan, sedangkan patin siam merupakan jenis patin yang diproduksi di Thailand.
Dibeberapa daerah sentra penghasil patin lokal,seperti Sumatra dan Kalimantan. Ikan ini dengan mudah banyak ditemui disungai-sungai atau didanau. Selain mengandalkan penangkapan di perairan umum patin merupakan jenis ikan budidaya potensial yang banyak dipelihara pembudidaya ikan dipulau Jawa sampai dikawasan timur Indonesia. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa penyebaran patin sudah hampir mencangkup seluruh wilayah ditanah air.

1.2.TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa bisa mengetahui dan lebih mendalami lagi pembelajaran budidaya Ikan Patin. Serta tambahan informasi bagi para pembaca.









BAB II
PEMBAHASAN

2.1.        Nilai Istimewa Patin
Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif terhadap pemberian makanan tambahan. Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang 35-40 cm. Sebagai keluarga Pangasidae, ikan ini tidak membutuhkan perairan yang mengalir untuk “membongsorkan“ tubuhnya. Pada perairan yang tidak mengalir dengan kandungan oksigen rendahpun sudah memenuhi syarat untuk membesarkan ikan ini.

      Ikan patin berbadan panjang untuk ukuran ikan tawar lokal, warna putih seperti perak, punggung berwarna kebiru-biruan. Kepala ikan patin relatif kecil, mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah (merupakan ciri khas golongan catfish). Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba.
Bagi masyarakat Indonesia patin merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang cukup digemari. Umumnya ada 2 jenis patin yang ada dipasaran saat ini, yaitu patin lokal dan patin siam. Patin lokal adalah patin asli Indonesia dari sungai-sungai besar Sumatra dan Kalimantan, sedangkan patin siam merupakan jenis patin yang diproduksi di Thailand.
Dibeberapa daerah sentra penghasil patin lokal,seperti Sumatra dan Kalimantan. Ikan ini dengan mudah banyak ditemui disungai-sungai atau didanau. Selain mengandalkan penangkapan di perairan umum patin merupakan jenis ikan budidaya potensial yang banyak dipelihara pembudidaya ikan dipulau Jawa sampai dikawasan timur Indonesia. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa penyebaran patin sudah hampir mencangkup seluruh wilayah ditanah air.

a.      Harga jual yang menjanjikan

Patin termasuk jenis ikan air tawar yang memiliki nilai bernilai ekonomi penting. Harga jualnya cukup menjanjikan umumnya diatas harga jual rata-rata ikan konsumsi yang lain. Mahalnya harga jual patin karna rasa dagingnya yang enak, lezat, dan gurih. Dari semua jenis ikan keluarga lele lelean rasa daging patin boleh dibilang termasuk yang sangat enak. Tadak mengherankan jika saat ini banyak rumah makan atau restoran yang menyediakan olahan ikan patin sebagai menu utamanya.
Bahkan, tidak sedikit orang yang menjadi fanatik mengkosumsi daging patin khusus di Sumatra, menu patin yang paling terkenal adalah “patin asam pedas” yang menjadi masakan favorit masyarakat etnis melayu dan terkenal hingga kenegara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Brunai Darussalam, menu lainnya adalah pepes dan sup patin.

b.      Bergizi tinggi
Selain rasanya yang enak, nilai protein daging patin juga tergolong tinggi, mencapai 69,6%. Kandungan gizi lainnya adalah lemak 5,8%, abu 3,5%, dan air 59,3%. Adapun bobot ikan setelah disiangi sebesar 79,7% dari bobot awalnya. Sedangkan filet yang diperoleh dari bobot ikan seberat 1-2 kg mencapai 61,7%.

c.       Mudah dibudidayakan

Minat peternak dalam membudidayakan patin memang belum sebesar minat membudidayakan ikan mas. Padahal, tingkat permintaan konsumen terhadap ikan ini tidak pernah turun, bahkan cenderung mengalami kenaikkan setiap tahunnya faktor penyababnya adalah tingkat pengetahuan dan ketrampilan peternak yang masih rendah, serta masih terbatasnya informasi mengenai teknis pembudidayaan.





Sebenarnya, budidaya patin tidaklah sesulit dan serumit yang dibudidayakan selama ini. Selain apat dipelihara dikolam biasa seperti yang umun dilakukan pada pembudidayaan ikan lain. Pemeliharaan ikan patin juga dapat dilakukan diberbagai media lain dilokasi yang terbatas. misalnya, didalam bak tembok atau bak fiberglass yang diletakkan didalam ruangan, dikolam tanah yang dilapisi terpal, atau disaluran air yang diberi pembatas agar ikan tidak kabur. Namun, pemeliharaan dimedia tersebutharus didukung dengan penguasaan teknisi intensifikasa pembudidayaan.
Sama seperti ikan lele lelean lainnya, patin tidak memiliki sisik, bentuk kepalanya relative kecil, mulutnya terletak diujung kepala sebelah bawah. Disudut mulutnya terdapat dau pasang kumis yang berfungsi sebagai alat pencari pakan dan peraba saat berenang. 

Syarat hidup dan kebiasaan hidup

a.      Kebutuhan suhu dan alkalinitas
Patin sangat toleran terhadap derajat keasaman (pH) air. Ikan ini dapat bertahan hidup di perairan dengan derajat keasamaan yang agak asam (pH rendah) sampai basa (pH tinggi) dengan angka pH 5-9. Pada dasarnya, patin akan tumbuh optimal jika kandungan oksigen (O2) yang terdapat dalam air berkisa 3-6 ppm, kadar karbondioksida (CO2) 9-20 ppm, tingkat alkalinitas 80-250, dan suhu air 28-300 C.
b.      Termasuk Hewan Nokturnal
Di habitat aslinya, ikan ini selalu bersembunyi didalam lubang-lubang, sebagai ikan nocturnal (aktif pada malam hari), patin baru keluar dari liang persembunyiannya ketika hari mulai gelap. Kebiasaan lain, ikan ini lebih banyak menetap didasar perairan daripaa muncul dipermukaan air. Karena itu, patin digolongkan sebagai ikan dasar perairan (demersal). Hal ini dapat dibuktikan dari bentuk mulutnya yang melebar, seperti mulut ikan-ikan demersal pada umumnya.

c.       Makanan Alami
Secara alami, makanan patin dialam bebas berupa ikan-ikan kecil, cacing detritus (mikroba pengurai didasar perairan), serangga, udang-udangan, moluska, dan biji-bijian. Berdasarkan jenis makananya yang beragam tersebut, patin dikategorikan sebagai ikan pemakan segala (omnivora).


2.2.            Jenis-Jenis Patin

a)      Patin Bangkok
Pada awalnya, jenis patin yang populer dibudidayakan di Indonesia adalah patin Bangkok atau jambal siam atau  patin siam (Pangasius hyphopthaimus). Patin jenis tersebut merupakan jenis patin yang diproduksi dari Thailand. Sehingga sering juga disebut dengan lele Bangkok. Patin Bangkok memiliki keunggulan menghasilkan banyak telur, sehingga secara otomatis menghasilkan benih yang juga banyak. Namun sayang dagingnya yang merah tidak begitu disukai oleh pasar ekspor. 

b)     Patin Jambal
Patin jambal merupakan jenis patin lokal. Patin ini banyak terdapat dibeberapa sungai besar di Sumatra dan Kalimantan. Keunggulan patin ini terletak pada ukuran tubuhnya yang besar dan dagingnya yang berwarna putih, sehingga disukai oleh pasar ekspor. Namun, jumlah telurnya tidak begitu banyak, sehingga hasil benihnya pun sedikit.

c)      Patin Super Harapan Pertiwi (Pasupati)
Untuk menutupi kekurangan pada kedua jenis patin sebelumnya, para ahli akhirnya mengawinsilangkan patin siam betina dengan patin jambal jantan. Dari perkawinan silang ini, dihasilkan patin unggul (Hibrida) yang disebut dengan patin super harapan pertiwi (pasupati). Keunggulan patin pasupati diantaranya memiliki daging yang berwarna putih, kadar lemak yang relative rendah, laju pertumbuhan tubuh yang relatif cepat, dan jumlah telur yang relative banyak. Daging berwarna putih dan bobot tubuh yang besar diturunkan dari patin jambal, sedangkan jumlah telur yang relative banyak diturunkan dari patin siam.








3.         Kerabat Patin Lainnya
Patin juga memiliki beberapa jenis ikan yang sering disebut sebagai kerabat terdekat patin, diantaranya ikan juaro, semua jenis patin tersebut memiliki bentuk tubuh yang yang mirip. Letak perbedaannya hanya terdapat di bagian-bagian tertentu. Berikut uraiannya:
1.      Pangasius polyuronoda, memiliki bentuk tubuh tinggi. Memiliki tujuh jari-jari lunak dan dua belas jari keras disirip punggungnya. Sirip lemak dibagian punggungnya tergolong kecil. Sirip ekornya bercagak simetris. Panjang tubuh maksimum 50 cm.

2.      Pangasius micronemus, memiliki gigi veromine yang terpisah atau bertemu disatu titik. Matanya sangat besar, kira-kira seperempat panjang kepala. Moncongnya berbentuk segi. Bentuk cuping rahang bawahnya memanjang. Memiliki 13 – 16 sisir saring dilengkung insang pertama.

3.      Pangasius macronema, memiliki sungut yang lebih panjang daripada panjang kepalanya. Garis tengah tubuh dan perutnya jelas terpisah diawal sirip dada. Gigi veromine-nyaterpisah-pisah dan memiliki 37 – 45 sisir saring tipis dilengkung insang pertama.

4.      Pangasius nasutus, memiliki bentuk moncong yang runcing tajam. Kumpulan gigi veromine memiliki lebar tiga kali lebih panjang daripada panjang tubuhnya. Matanya sangat kecil, enam kali lebih pendek daripada panjang kepala. Letak matanya diatas garis sudut mulut. Saat mulutnya tertutup, seluruh gigi-gigi rahang atas terlihat jelas.   










2.3.                     Teknologi Budi Daya

Hingga saat ini, diketahui antara jumlah produksi dengan jumlah permintaan patin belum seimbang. Pasalnya, jumlah produksi yang ada menunjukkan kecendrungan selalu lebih rendah daripada jumlah permintaan. Ini artinya, peluang usaha pembudidayaan patin masih sangat terbuka lebar. Padahal, jika dibalik sisi teknologi, sebenarnya sudah ditemukan teknik pembudidayaan yang memungkinkan untuk dilakukannya pembudidayaan patin secara intensif di berbagai media pemeliharaan. Dengan kata lain, teknologi pembudidayaan patin sudah cukup memadai untuk menjawab tantangan permintaan pasar.
Namun, karena teknologi pembudidayaan tersebut tidak dilakukan secara intensif, ketidakseimbangan antara jumlah produksi dengan jumlah permintaan selalu saja terjadi. Untuk itu, penguasaan teknik intensifikasi budidaya patin menjadi kunci yang patut dikuasai jika ingin sukses mengisi peluang pasar yang ada. Intensifikasi dalam kegiatan budidaya patin dapat diartikan sebagai usaha peningkatan teknik pemeliharaan dari cara tradisional kearah yang lebih mendukung produktivitas intensifikasi ini dapat dilakukan dari usaha pembenihan, pendederan, hingga pembesaran.
Dengan kata lain, intensifikasi pemeliharaan patin tidak hanya dilakukan dalam penerapan teknik kawin suntik saat pembenihan, tetapi juga diikuti dengan teknik pendederan dan pembesaran yang didukung dengan pemberian pakan yang baik dan memadai, manajeman pemeliharaan yang terkontrol, pengawasan kesehatan, dan disertai dengan system pemasaran yang terencana. Tujuan akhinya adalah memperoleh kuantitas dan kualitas produksi semaksimal mungkin dengan tingkat keuntungan yang optimal.
Seperti halnya pembudidayaan ikan jenis lain, kegiatan budidaya patin juga meliputi subsistem pembenihan, pendederan, hingga pembesaran. Subsistem tersebut saling berhubungan satu sama yang lainnya. Dengan adanya pola produksi yang mengandalkan subsistem kegiatan tersebut, setiap pembudidaya dapat memilih subsistem yang akan ditekuni, sesuai dengan kemampuan modal, kondisi daerah, peluang pasar, serta sarana dan prasarana yang tersedia.






1.      Pembenihan
Pembenihan merupakan kegiatan pokok dan bisa dikatakan merupakan kunci keberhasilan dari kegiatan lainnya. Tanpa pembenihan, subsistem yang lainnya tidak akan berjalan. Pasalnya, kegiatan pendederan dan pembesaran sangat memerlukan benih yang berasal dari kegiatan pembenihan. Pembenihan ini dilakukan selama 2 – 3 minggu sejak persiapan induk, pemijahan, sampai menghasilkan benih berukuran 1 – 2 cm. pembenihan ini bisa dilakukan didalam bak tembok (beton) atau dikolam tanah berukuran 100 m2.  

Bibit ikan patin didapat/ dibeli dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Bumbu.

Selama pemeliharan dikolam, induk patin diberikan pakan tambahan yang cukup mengandung protein. Komposisi pakan untuk induk patin terdiri atas 35% tepung ikan, 30% dedak halus, 25% menir beras, 10% tepung kedelai, serta 0,5% vitamin dan mineral. Campuran bahan pakan tersebur dibuat menjadi pasta dan diberikan sebanyak 5% per hari dari bobot induk selama lima hari alam seminggu. Pemberian pakan dilakukan pada pagi dan sore hari. Untuk mempercepat kematangan gonad, dua kali seminggu induk patin diberi pakan ikan rucah atau ikan-ikan yang tidak layak dikonsumsi manusia sebanyak 10% dari bobot induk yang dipelihara.
Sementara itu, larva yang baru menetas di bak penetasan sampai usia lima hari tidak diberi pakan karena masi memiliki cadangan pakan berupa kuning telur. Pada hari keenam, larva dipindah ke tempat pemeliharaan berupa akuarium atau fiberglass selama 2 -3 minggu. Selama pemeliharaan, dari hari pertama sampai hari ke-10, benih patin diberi pakan tambahan berupa artemia yang telah ditetaskan ditempat terpisah. Pemberian pakan dilakukakan setiap 3 – 4 jam sekali. Setelah hari ke-10, benih parin dapat diberi pakan berupa kutu air, jentik nyamuk, atau cacing sutera. Jumlah pakan yang diberikan disesuaikkan dengan kebutuhan benih. Usahakn jangan sampai ada pakan yang tersisa untuk menghindari terjadinya penurunan kualitas air yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian benih.


2.      Pendederan
Pendederan merupakan kegiatan pemeliharaan benih yang berasal dari pembenihan. Pendederan dilakukan dalam dua tahap, yaitu pendederan I dan pendederan II. Pendederan I dilakukan selama tiga minggu, menghasilkan benih berukuran 3 – 5 cm. setelah itu, dilanjutkan dengan pendederan II selama tiga minggu, menghasilkan benih berukuran 5 – 8 cm. pendedran dilakukan dikolam tanah atau kolam tembok dengan luas 100 – 500 m2 atau disesuaikan dengan luas lahan yang ada.
Selama pendederan, benih diberi pakan alami dan pakan buatan. Untuk menumbuhkan pakan alami berupa plankton yang dibutuhkan ikan patin pada saat ditebarkan, kolam harus dipupuk dengan pupuk kandang. Jenis pupuk kandang beserta dosis yang bisa digunakan sesui tabel berikut.
Tabel dosis penggunaan pupuk kandang
Sumber Pupuk
Dosis per Masa Tanam (ton/Ha)
Sapi atau Kerbau
6 – 7,5
Kuda
6 – 7,5
Kambing
2,5 – 5
Unggas
2,5 – 5

Sementara itu, pakan buatan yang cocok untuk pembibitan ikan patin berupa pelet berbentuk tepung. Pakan tersebut diberikan 3 – 5 Ha per hari dan otal bobot benih. Pemberian pakan dilakukan pada pagi, siang, sore, dan malam hari. Pemberiannya dilakukan dengan cara menyebar pakan disatu atau dua tempat agar semua benih mendapat pakan sesuai yang dibutuhkan.







3.      Pembesaran
Pembesaran merupakan kegiatan pemeliharaan benih yang berasal dari hasil pendederan hingga mencapai ukuran konsumsi, baik untuk pasar lokal maupun ekspor. Pembesaran dapat dilakukan dikolam tanah atau kolam tembok (beton) dengan ukuran disesuaikan dengan luas lahan yang ada. Selain itu, pembesaran juga dapat dilakukan didalam keramba di sungai atau didalam keramba jaring apung (KJA) yang dipasang didanau atau waduk. Lamanya waktu pemeliharaan tergantung pada ukuran ikan yang akan dihasilkan. Namun, biasanya pemeliharaan dilakukan selama 3 – 4 bulan untuk menghasilkan ikan ukuran konsumsi (minimum 300 – 450 gram per ekor).
Selama pembesaran, selain pakan alami, patin juga diberi pakan tambahan untuk mempercepat proses pertumbuhan. Pakan alami berupa plankton ditumbuhkan dengan memupuk kolam menggunakan pupuk kandang. Jenis pupuk kandang dan dosis yang digunakan untuk kolam pendederan. Pakan buatan yang dapat diberikan berupa pelet yang biasa dibrikan pada ikan mas atau ikan lainnya. Apabila tersedia waktu dan peralatan, pakan untuk ikan patin dapat dibuat sendiri dengan komposisi tepung ikan 30%, tepung kedelai 25%, bungkil kelapa25%, dan dedak halus 20%. Komposisi tersebut diperkirakan memiliki kandungan protein sekitar 20%. Jumlah pakan yang akan diberikan sebanyak 3 – 4% dari bobot ikan patin yang dipelihara. Pemberian pakan dilakukan pada pagi, siang, sore, dan malam hari.

Pemeliharaan dan Pembesaran
Ø  Tahap awal yang dilakukan pada pemeliharaan dan pembesaran adalah dibuatkan tempat khusus di kolam yang telah tersedia seluas ±1M2 dengan bahan terbuat dari jala-jala kecil atau dalam aquarium. Kemudian masukan bibit ikan patin tersebut kedalam kolam kecil atau aquarium tersebut.
Gbr. Kolam dan Aquarium Pembesaran




Ø  Bibit yang didapatkan belum bias makan Pakan Butan/ Voer, sehingga harus diberikan pakan khusus berupa serbuk halus yang didapat dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Bumbu pada saat pembelian bibit ikan patin. Pemberian pakan serbuk husus ini berlangsung selama 2 minggu, sampai bibit sudah bias makan Pakan Buatan/ Voer.
Ø  Setelah bibit bisa makan Pakan Buatan/ Voer, barulah bibit ikan patin tersebut dilepaskan kekolam besar yang telah tersedia.
Ø  Pemberian Pakan dilakukan 2 Kali sehari (pagi dan sore). Jumlah makanan yang diberikan per hari sebanyak 3-5% dari bobot/ berat bibit peliharaan. Jumlah makanan selalu berubah setiap bulan, sesuai dengan kenaikan berat badan ikan dalam kolam. Hal ini dapat diketahuai dengan cara menimbangnya 5-10 ekor ikan contoh yang diambil dari ikan yang dipelihara (sampel).
Gbr. Bibit Ikan Patin Umur 2 Minggu
4.      Panen

Ikan patin dapat dipanen setelah berumur 6 bulan dengan berat mencapai 600-700 gram/ekor.

a.    Penangkapan

    Penangkapan ikan dengan menggunakan Jaring Bagang.
Gbr. Proses Penangkapan


b.      Pembersihan

Setelah ikan patin dipanen secara keseluruhan,kemudian dibersihkan. Setelah dibersihkan ikan patin siap di Jual Kepasaran.
Gbr. Proses Pembersihan

2.4.     HAMA DAN PENYAKIT
a.    Hama

       
Pada pembesaran ikan patin di jaring terapung hama yang mungkin menyerang antara lain lingsang, kura-kura, biawak, ular air, dan burung. Hama serupa juga terdapat pada usaha pembesaran patin sistem hampang (pen) dan karamba. Karamba yang ditanam di dasar perairan relatif aman dari serangan hama. Pada pembesaran ikan patin di jala apung (sistem sangkar ada hama berupa ikan buntal (Tetraodon sp.) yang merusak jala dan memangsa ikan. Hama lain berupa ikan liar pemangsa adalah udang, dan seluang (Rasbora). Ikan-ikan kecil yang masuk kedalam wadah budidaya akan menjadi pesaing ikan patin dalam hal mencari makan dan memperoleh oksigen.

       Untuk menghindari serangan hama pada pembesaran di jala apung (rakit) sebaiknya ditempatkan jauh dari pantai. Biasanya pinggiran waduk atau danau merupakan markas tempat bersarangnya hama, karena itu sebaiknya semak belukar yang tumbuh di pinggir dan disekitar lokasi dibersihkan secara rutin. Cara untuk menghindari dari serangan burung bangau (Lepto-tilus javanicus), pecuk (Phalacrocorax carbo sinensis), blekok (Ramphalcyon capensis capensis) adalah dengan menutupi bagian atas wadah budi daya dengan lembararan jaring dan memasang kantong jaring tambahan di luar kantong jaring budi daya. Mata jaring dari kantong jaring bagian luar ini dibuat lebih besar. Cara ini berfungsi ganda, selain burung tidak dapat masuk, ikan patin juga tidak akan berlompatan keluar.


b. Penyakit

      
Penyakit ikan patin ada yang disebabkan infeksi dan non-infeksi. Penyakit noninfeksi adalah penyakit yang timbul akibatadanya gangguan faktor yang bukan patogen. Penyakit non-infeksi ini tidak menular. Sedangkan penyakit akibat infeksi biasanya timbul karena gangguan organisme patogen.

1) Penyakit akibat infeksi

         Organisme patogen yang menyebabkan infeksi biasanya berupa parasit, jamur, bakteri, dan virus. Produksi benih ikan patin secara masal masih menemui beberapa kendala antara lain karena sering mendapat serangan parasit Ichthyoptirus multifilis (white spot) sehingga banyak benih patin yang mati, terutama benih yang berumur 1-2 bulan. Dalam usaha pembesaran patin belum ada laporan yang mengungkapkan secara lengkap serangan penyakit pada ikan patin, untuk pencegahan, beberapa penyakit akibat infeksi berikut ini sebaiknya diperhatikan.

a. Penyakit parasit

          Penyakit white spot (bintik putih) disebabkan oleh parasit dari bangsa protozoa dari jenis Ichthyoptirus multifilis Foquet. Pengendalian: menggunakan metil biru atau methilene blue konsentrasi 1% (satu gram metil biru dalam 100 cc air). Ikan yang sakit dimasukkan ke dalam bak air yang bersih, kemudian kedalamnya masukkan larutan tadi. Ikan dibiarkan dalam larutan selama 24 jam. Lakukan pengobatan berulang-ulang selama tiga kali dengan selang waktu sehari.

b. Penyakit jamur

          Penyakit jamur biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan. Penyakit ini biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan. Penyebab penyakit jamur adalah Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Pada kondisi air yang jelek, kemungkinan patin terserang jamur lebih besar. Pencegahan penyakit jamur dapat dilakukan dengan cara menjaga kualitas air agar kondisinya selalu ideal bagi kehidupan ikan patin. Ikan yang terlanjur sakit harus segera diobati. Obat yang biasanya di pakai adalah malachyt green oxalate sejumlah 2 –3 g/m air (1 liter) selama 30 menit. Caranya rendam ikan yang sakit dengan larutan tadi, dan di ulang sampai tiga hari berturut- turut.





c. Penyakit bakteri

             Penyakit bakteri juga menjadi ancaman bagi ikan patin. Bakteri yang sering menyerang adalah Aeromonas sp. dan Pseudo-monas sp. Ikan yang terserang akan mengalami pendarahan pada bagian tubuh terutama di bagian dada, perut, dan pangkal sirip. Penyakit bakteri yang mungkin menyerang ikan patin adalah penyakit bakteri yang juga biasa menyerang ikan-ikan air tawar jenis lainnya, yaitu Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. Ikan patin yang terkena penyakit akibat bakteri, ternyata mudah menular, sehingga ikan yang terserang dan keadaannya cukup parah harus segera dimusnahkan.
         Sementara yang terinfeks, tetapi belum parah dapat dicoba dengan beberapa cara pengobatan. Antara lain: (1) Dengan merendam ikan dalam larutan kalium permanganat (PK) 10-20 ppm selama 30–60 menit, (2) Merendam ikan dalam larutan nitrofuran 5-10 ppm selama 12–24 jam, atau (3) merendam ikan dalam larutan oksitetrasiklin 5 ppm selama 24 jam.

2) Penyakit non-infeksi

Penyakit non-infeksi banyak diketemukan adalah keracunan dan kurang gizi. Keracunan disebabkan oleh banyak faktor seperti pada pemberian pakan yang berjamur dan berkuman atau karena pencemaran lingkungan perairan. Gajala keracunan dapat diidentifikasi dari tingkah laku ikan, yaitu ;
Ø   Ikan akan lemah, berenang megap-megap dipermukaan air. Pada kasus yang berbahaya, ikan berenang terbalik dan mati. Pada kasus kurang gizi, ikan tampak kurus dan kepala terlihat lebih besar, tidak seimbang dengan ukuran tubuh, kurang lincah dan berkembang tidak normal.
Ø  Kendala yang sering dihadapi adalah serangan parasit Ichthyoptirus multifilis (white spot) mengakibatkan banyak benih mati, terutama benih  yang berumur 1-2 bulan.
Ø  Penyakit ini dapat membunuh ikan dalam waktu singkat.
Ø  Organisme ini menempel pada tubuh ikan secara bergerombol sampai  ratusan jumlahnya sehingga akan terlihat seperti bintik-bintik putih.
Ø  Tempat yang disukai adalah di bawah selaput lendir sekaligus merusak selaput lendir tersebut.




2.5.        Prospek Pasar      
Mengetahui prospek pemasaranpatin tidak terlepas dari perhitungan arah kebutuhan protein hewani masyarakat secara umum. Sebagaimana diketahui kebutuhan protein hewani masyarakat umumnya akan meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan pendidikan serta taraf hidup masyarakat.
Di samping itu, munculnya kesadaran masyarakat akan bahaya kolestrol menjadi pertimbangan saat memilih jenis protein hewani yang akan dikonsumsi. Dalam kaitan ini, sumber protein hewani yang berasal dari ikan. Termasuk patin dinilai lebih aman daripada protein hewani yang dihasilkan dari ternak jenis lain, karena kadar kolestrolnya relative lebih rendah.
Alasan lain yang membuat ikan patin memiliki prospek pasar yang baik adalah penyebaran konsumennya dibeberapa Negara, sehingga peluang ekspornya sangat terbuka lebar. Selama ini, permintaan kebutuhan konsumen di Negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan beberapa Negara di Asia hanya dipenuhi oleh pasokan produksi peternak patin dari Negara Vietnam, yang memasok ikan patin dalam bentuk filet. Dengan keunggulan komparatif yang kita miliki, peluang tersebut dapat dimanfaatkan. Bukan hanya mengekspor dalam bentuk filet, tapi juga dalam bentuk produk olahan patin lainnya.    













2.6.        Analisis Usaha
ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA PEMBESARAN
1.    Biaya Pembukaan Lahan (Tambak)
No
Uraian
Biaya
1
Upah Tukang
Rp.    900.000,-
2
Pipa Saluran Pembuanga
Rp.  1.000.000,-
3
Jaringan Bagang/ “Dari”
Rp.    850.000,-
4
Kincir
Rp.  1.450.000,-
5
Pabrik Bama
Rp.  1.700.000,-
6
Mesin Domping
Rp.  1.900.000,

Jumlah
Rp. 7.800,000
2.    Biaya Pembesaran dan Pakan
No
Uraian
Biaya
1
Bibi Ikan Patin 4000 ekor
Rp.   1.400.000,-
2
Pakan Ikan
Rp.   1.300.000,-
3
Pakan Ikan Buatan (Pelet)
Rp.   9.500.000,-

Jumlah
Rp. 12.200.000
3.    Panen

a.    Berat Total Ikan 1.936 Kg  
b.    Harga Pasaran  Rp. 13.500/ Kg
c.    Harga Jual             = 1.936 Kg X Rp. 13.500     = Rp. 26.136.000,-
d.    Modal Awal         = Rp. 21.000.000,- -
Keuntungan    = Rp. 5.136.000,-
Jadi Total Keuntungan Satu Kali Panen dalam masa pembesaran 6 bulan sebesar Rp. 5.136.000,-.







BAB III
PENUTUP

2.7.            KESIMPULAN
Patin termasuk jenis ikan air tawar yang memiliki nilai bernilai ekonomi penting. Harga jualnya cukup menjanjikan umumnya diatas harga jual rata-rata ikan konsumsi yang lain. Mahalnya harga jual patin karna rasa dagingnya yang enak, lezat, dan gurih. Dari semua jenis ikan keluarga lele lelean rasa daging patin boleh dibilang termasuk yang sangat enak. Tadak mengherankan jika saat ini banyak rumah makan atau restoran yang menyediakan olahan ikan patin sebagai menu utamanya.
Minat peternak dalam membudidayakan patin memang belum sebesar minat membudidayakan ikan mas. Padahal, tingkat permintaan konsumen terhadap ikan ini tidak pernah turun, bahkan cenderung mengalami kenaikkan setiap tahunnya faktor penyababnya adalah tingkat pengetahuan dan ketrampilan peternak yang masih rendah, serta masih terbatasnya informasi mengenai teknis pembudidayaan.
Sebenarnya, budidaya patin tidaklah sesulit dan serumit yang dibudidayakan selama ini. Selain apat dipelihara dikolam biasa seperti yang umun dilakukan pada pembudidayaan ikan lain. Pemeliharaan ikan patin juga dapat dilakukan diberbagai media lain dilokasi yang terbatas. misalnya, didalam bak tembok atau bak fiberglass yang diletakkan didalam ruangan, dikolam tanah yang dilapisi terpal, atau disaluran air yang diberi pembatas agar ikan tidak kabur. Namun, pemeliharaan dimedia tersebutharus didukung dengan penguasaan teknisi intensifikasa pembudidayaan. Sama seperti ikan lele lelean lainnya, patin tidak memiliki sisik, bentuk kepalanya relative kecil, mulutnya terletak diujung kepala sebelah bawah. Disudut mulutnya terdapat dau pasang kumis yang berfungsi sebagai alat pencari pakan dan peraba saat berenang. 
3.2. SARAN
Demikianlah penyusunan makalah ini saya buat. Penulis sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan harapan semua pihak. Akan tetapi, dengan segala kekurangan dan keterbatasan makalah ini, mudah-mudahan dapat bermanfaat dan menambah wawasan pengetahuan bagi yang membaca dan memahaminya. Untuk itu, saya  memohon dengan kerendahan hati agar dapat memberikan kritik dan sarannya guna penyempurnaan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

bp3md.tanahbumbukab.go.id/index.php?.
H. Khairuman, SP & Khairul Amri, S.Pi, M.Si (2011). Buku Pintar Budidaya dan Bisnis 15 ikan Konsumsi. agro

- Copyright © Riana Blog - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -